Masyarakat Indonesia Purba (3000-2000 SM)
Pada
zaman meghalithikum sudah hidup dalam masyarakat teratur, peninggalan budaya
tersebar di seluruh Indonesia, antara lain di Pasemah, Besuki, Gilimanuk, dan
Cabenge yang berkembang antara 2000 SM-500 SM. Hasil budaya meghalithikum yang terpenting
adalah alat serpih, menhir, dolmen, sarcophagus, kubur batu, punden
berundak-undak, dan arca.
Bandar Sriwijaya(Abad ke 7 – 13)
Terletak
pada jalur pelayaran antaran Indonesia, Cina, dan India, berperan penting dalam
kegiatan perdagangan sehingga menguntungkan bagi Kerajaan Sriwijaya.
Kapal-kapal asing banyak berlabuh dan pendeta-pendeta Budha dari Cina sering
singgah dan menetap untuk waktu yang lama mempelajari agama Budha. Bandar
Sriwijaya akhirnya berkembang menjadi pusat niaga dan budaya.
Candi Borobudur (824)
Borobudur
didirikan oleh raja Simaratungga dari keluarga Sailendra dengan bantuan
sumbangan Para penganut agama Budha secara gotong royong. Keseluruhan bangunan
berbentuk stupa raksasa dan mencerminkan alam semesta. Dalam pembangunan candi,
hampir dua ratus ribu kaki kubik batu dipergunakan. Sejumlah 504 arca Budha dan
1555 stupa besar dan kecil melengkapi monumen Budha yang megah ini.
Bendungan Waringin Sapta (Abad ke-11)
Setelah
Raja Airlangga berhasil menyatukan wilayah kekuasaannya, kemakmuran rakyat
ditingkatkan. Kali Brantas di bendung dekat Klagenuntuk irigasi serta
menanggulangi banjir. Rakyat setempat ditunjuk untuk memelihara bendungan dan
sebagai imbalan, daerash tersebut dibebaskan dari kewajiban membayar pajak.
Akibatnya, pelayaran Kali Brantas bertambah ramai dan pelabuhan Hujung Galuh
menjadi pusat perdagangan antar pulau.
Candi Jawi Perpaduan
Sivaisme – Budhisme (1292)
Perpaduan
Sivaisme dan Budhisme sebagai hasil sinkretisme dapat dilihat pada Candi Jawi
yang terletak di Gunung Welirang, di sebelah Barat Daya Pandakan. Candi ini
dibangun pada masa kerajaan Kartanegara, raja terakhir Singasari. Puncaknya
berbentuk Ratnastupa, pada bagian atas terdapat area Budha Aksobhya dan di
bagian bawah area Siva Mahadewa.
Armada Perang Majapahit
(Abad ke-14)
Sepeninggal
Gajah Mada, timbul kesulitan dalam pemerintahan Hayam Wuruk. Pemerintah yang
baru berusaha untuk mempertahankan keutuhan Nusantara dengan mengambil tindakan
yang ditujukan kepada kemakmuran rakyat dan keamanan daerah-daerah. Hal ini
dibuktikan dengan memperkuat armada perang untuk menjaga keutuhan Nusantara dan
mengatasi usaha pengacauan antara lain oleh armada Cina.
Utusan Cina ke
Majapahit (1405)
Sejak
Majapahit mengalami zaman keemasan, hubungan persahabatan dengan negara-negara
tetangga berlangsung dengan baik. Pengakuan terhadap kedaulatan Majapahit oleh
Cina ditandai dengan kunjungan Cheng Ho pada tahun 1405 yang diterima oleh
Wikramawardhana.
Peranan Pesantren dalam
Penyatuan Bangsa (Abad ke-14)
Salah
satu cara menyiarkan Islam di Indonesia adalah melalui pendidikan di pesantren
atau pondok yang diselenggarakan oleh guru-guru agama, kisi-kisi atau ulama.
Kegiatan pesantren-pesantren beserta kiai-kiai dalam penyebaran agama Islam dan
pengembangan pendidikan masyarakat mempunyai peranan penting dalam proses
penyatuan bangsa.
Pertempuran Pembentukan
Jayakarta (22 Juni 1527)
Untuk
membendung pengaruh Portugis yang sejak awal abad ke-16 telah berkuasa di
Malaka, Sultan Trenggono, Demak, mengirim Fatahillah dengan pasukannya dan pada
tahun 1527 Fatahillah berhasil merebut Sunda Kelapa sebelum Portugis mendirikan
benteng di pelabuhan Sunda Kelapa sesuai perjanjian tahun 1522 dengan Raja
Pajajaran. Dalam pertempuran tanggal 22 Juni 1527 di pelabuhan Sunda Kelapa.
Fatahillah berhasil mengalahkan ekspedisi Fransisco de Sa yang dikirim Portugis
untuk mendirikan benteng Nama Sunda Kelapa diganti menjadi Jayakarta, berarti
kota kemenangan.
Armada Dagang Bugis
(Abad ke-15)
Pelayaran
orang-orang Makasar dan Bugis mulai abad ke-15 sudah meliputi seluruh perairan
Nusantara. Gambaran tentang luasnya daerah-daerah yang dikunjungi terlihat
dengan jelas pada tulisan tentang hukum laut Amanna Gappa dan peta laut Bugis.
Perang Makasar
Sultan
Hasanuddin membuka pelabuhan Makasar untuk negara-negara yang ingin berhubungan
dagang dengan Makasar. Perkembangan Makasar dan sikap Hasanuddin yang
menjalankan politik perdagangan bebas dengan negara-negara lain menimbulkan
pertentangan dengan Belanda yang menjalankan monopoli perdagangan sehingga
akhirnya timbul peperangan. Pada tanggal 8-9 Agustus 1668, Sultan Hasanuddin
memimpin pertempuran mempertahankan benteng Sumbaopu dari serbuan Belanda.
Perlawanan Patimura
(1817)
Berdasarkan
Konvensi London 1814, Belanda berkuasa kembali di Indonesia, serta mengulangi
menjalankan monopoli perdagangan dan segala sesuatu yang bersifat eksploitasi
dilakukan kembali Rakyat Maluku tidak mau menerima politik monopoli Belanda dan
kemudian mengadakan perlawanan di bawah pimpinan Patimura. Pada tanggal 15 Mei
1817 Patimura bersama rakyat menyerbu benteng Duurstede di Saparua dan berhasil
merebutnya.
Perang Diponegoro
(1825-1830)
Perang
yang dicetuskan pada tahun 1825 oleh Diponegoro merupakan salah satu perlawanan
rakyat semesta yang berlangsung secara terus menerus sehingga Belanda
kehilangan sebanyak 15000 tentara. dalam pertempuran di sekitar Kali Bogowonto,
Diponegoro berhasil engalahkan pasukan kavaleri Belanda. Dengan perangkap
berkedok perundingan, akhirnya Diponegoro ditangkap di Magelang pada tanggal 28
Maret 1830.
Perang Banjar
(1859-1905)
Untuk
menjaga agar hasil bumi Kalimanta seperti batu bara, minyak, karet dan
lian-lain tidak jatuh ke tangan bangsa lain, Belanda berusaha untuk menguasai
Banjar melalui campur tangan dalam pemerintahan Kesultanan Banjar. Hal ini
menjadi alasan bagi rakyat Banjar untuk mengangkat senjata melawan Belanda di
bawah pimpinan Pangeran Antasari. Penyerangan terhadap kapal Belanda Onrust di
Lontartur dilakukan oleh Pangeran Suropati, saudara Pangeran Antasari.
Perang Imam Bonjol
(1821-1837)
Sekembalinya
para ulama dari tanah suci, mereka melihat bahwa keadaan kehidupan masyarakat
tidak sesuai dengan ajaran-ajaran Islam. Para ulama yang dipimpin Tuanku Imam
Bonjol mengadakan pembaharuan-pembaharuan yang dibentang oleh kaum adat.
Belanda untuk memperkuat kedudukannya, kemudian memihak kaum adat. Menyadari
kekuasaan Belanda makin luas, akhirnya perlawanan terhadap Belanda dilakukan
oleh kaum ulama bersama kaum adat. Tuanku Imam Bonjol menghimpun kekuatannya
antara lain dengan membuat parit-parit pertahanan.
Perang Aceh (1873-1904)
Aceh
menolak tuntutan Belanda agar menhentikan hubungannya dengan negara-negara
lain. Belanda segera mengirim ekspedisi yang dipimpin oleh Mayor Jendral
Kohler. Serangan pertama Belanda gagal, bahkan panglimanya, Kohler, gugur dalam
pertempuran di halaman masjid Agung Baiturrahman, Banda Aceh. Pembakaran masjid
agung Baiturrahman semakin menumbuhkan semangat perlawanan rakyat terhadap,
Belanda.
Perlawanan
Sisingamangaraja (1877-1907)
Dengan
dalih bahwa zending sering diganggu oleh pasukan Sisingamangaraja, Belnada
melakukan ekspansi ke Tapanuli. Bentrokan pertama dengan Belanda terjadi pada
tanggal 15 Februari 1878, setelah Sisingamangaraja memberi peringatan kepada
pasukan Belanda agar meninggalkan Tapanuli. Perlawanan terhadap Belanda
kemudian mendapat bantuan rakyat Aceh dan Minangkabau. Dalam pertempuran di
Tanggabatu dekat Balige pada tahun 1884, Sisingamangaraja dapat memukul mundur
pasukan Belanda.
Pertempuran Jagaraga (1848-1849)
Pada
tahun 1841, Belanda memaksakan penghapusan peraturan Tawan Karang yang diakui
sebagai lembaga hukum adat di Bali, tetapi ditolak oleh Buleleng dan
Karangasem. Walaupun dalam serangan Belanda pada tahun 1840, Buleleng dan
Karangasem dapat diduduki, namun semangat juang rakyat tetap berkobar dan
mereka menyiapkan pertahanan di Jagaraga. Pertempuran di muka Pura Dalam
Jagaraga berakhir dengan gugurnya seisi Pura yang lebih dikenal dengan puputan
Jagaraga.
Tanam Paksa (1830-1870)
Perang
Diponegoro menyebabkan krisis keuangan bagi Belanda. Untuk mengatasi krisis
tersebut Gubernur Jendral Van Den Bosch memaksa rakyat ditanah Jawa menanami
sebagian besar tanah mereka dengan tanaman yang laku di Eropa seperti nila,
kopi, teh, lada, gula, dan kayu manis. Rakyat yang tidak memiliki tanah dipaksa
bekerja diperkebunan-perkebunan. Bagi rakyat Indonesia merupakan ekspliotasi
yang luar biasa, mengakibatkan timbulnya kelaparan karena mereka tidak punya
kesempatan untuk menggarap sawah ladang mereka.
Kartini (1879-1904)
Gerakan
mengejar kemajuan pada akhir abad ke-19 terbukti dari kebutuhan akan
pendidikan. Kartini tampi sebagai pendekar kaumnya ketika pandangan umum masih
dihinggapi konservatisme yang kuat bagi anak perempuan. Buah pikiran Kartini untuk
membebaskan kaumnya dari keterbelakangan tercermin dalam surat-surat yang
dikirim kepada sahabat-sahabat karibnya di negeri Belanda yang kemudian
dihimpun dalam buku Habis Gelap Terbitlah Terang.
Taman Siswa (3 Juli
1922)
Politik
pendidikan pada zaman penjajahan tidak daoat dipisahkan dari kepentingan
kolonial. Sebagai reaksi, Ki Hajar Dewantara mendirikan perguruan Taman Siswa
di Yogyakarta yang kemudian berkembang dengan pesat sehingga mengkhawatirkan
Belanda. Semangat nasionalisme sangat menjiwai kehidupan Taman Siswa. Pada
tahun 1935 berlangsung kongres Pendidikan Nasional yang pertama dengan tujuan
hendak menggalang persatuan dan mencari perumusan tentang pendidikan yang
bersifat nasional.
Kegiatan Gereja Katolik
Roma dalam Proses Penyatuan Bangsa
Gereja
Katolik Roma melalui misinya mengumpulkan pemuda-pemuda dari pelbagai suku dan
daerah sehingga terbentuk suatu masyarakat Katolik Roma yang didalamnya bersemi
semangat nasionalisme. Kegiatannya dalam bidang pendidikan dan sosial secara
langsung membantu bangsa Indonesia yang sedang mengalami proses penyatuan.
Terhadap cita-cita Indonesia Merdeka, Perhimpunan Politik Katolik Indonesia
ikut menandatangani petisi Soetardjo 1936 yang menuntut pemerintah kolonial
ntuk memerdekakan bangsa Indonesia.
Pertempuran Surabaya
(10 Nopember 1945)
Pasukan
Sekutu termasuk tentara dan opsir-opsir NICA mendarat di Surabaya pada bulan
Oktober 1945 sehingga menimbulkan beberapa insiden yang kemudian meningkat
menjadi pertempuran. Setelah Brigjen Mallaby terbunuh, ultimatum dikeluarkan
kepada rakyat Surabaya untuk menyerahkan senjata mereka. Rakyat tidak
menghiraukannya dan pada tanggal 10 Nopember 1945 pecah pertempuran hebat
ketika Sekutu mengerahkan kekuatan darat, laut dan udara untuk membinasakan
para pejuang Surabaya yang bertempur dengan semangat pantang mundur. Dan oleh
rakyat Indonesia peristiwa ini diabadikan sebagai Hari Pahlawan.
Hari Lahir ABRI (5
Oktober 1945)
Pada
tanggal 22 Agustus 1945 Panitia Persiapan kemerdekaan Indonesia menetapkan
pembentukan Barisan Keamanan Rakyat untuk memelihara keamanan dan ketertiban
umum di daerahnya masing-masing. Dalam perebutan terhadap Jepang dan perlawanan
terhadap Sekutu serta untuk memperkuat perasaan keamanan umum disadari perlu
suatu Angkatan Bersenjata yang tangguh maka pada tanggal 5 Oktober 1945
pemerintah mendekritkan pembentukan Tentara Keamanan Rakyat.
Pengesahan Pancasila
dan Undang-Undang Dasar 1945 (18 Agustus 1945)
Setelah
Kemerdekaan Indonesia diproklamasikan, Para pemimpin Bangsa dengan segera
menyusun tatanan kehidupan negara. Pada tanggal 18 Agustus 1945. Panitia
Persiapan Kemerdekaan Indonesia mengadakan rapat di Pejambon, Jakarta. Rapat
menghasilkan keputusan yang sangat penting mengenai ketatanegaraan Republik
Indonesia, mensahkan Pancasila sebagai Landasan Falsafah Negara dan
Undang-Undang Dasar 1945. Rapat juga memilih Soekarno dan Moh. Hatta menjadi
Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia.
Proklamasi Kemerdekaan
Indonesia (17 Agustus 1945)
Mengetahui
bahwa Jepang kalah perang, rakyat Indonesia baik para pemuda maupun para
pemimpin pergerakan kebangsaan berpacu dengan waktu untuk mewujudkan cita-cita
perjuangan yakni mengumumkan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia selekas mungkin.
Dalam pertemuan rahasia pada malam hari tanggal 16 Agustus 1945 di Jalan Imam
Bonjol 1 Jakarta. Naskah Proklamasi dirumuskan, ditandatangani oleh Soekarno
dan Moh. Hatta. Pada tanggal 17 Agustus 1945 pukul 10.00 Soekarno didampingi
Moh. Hatta membacakan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.
Pemberontakan Tentara
PETA di Blitar (14 Pebruari 1945)
Pada
bulan Oktober 1943 Pemerintah Pendudukan Jepang membentuk tentara Pembela Tanah
Air untuk membela Tanah Jawa yang mendapat sambutan dari para pemuda. Perasaan
benci terhadap Jepang semakin mendalam ketika mereka bertugas membangun
kubu-kubu pertahanan bersama para romusya. Menyaksikan penderitaan rakyat serta
aspirasi untuk merdeka. Supriyadi memimpin batalyon PETA di Blitar mengadakan
pemberontakan dengan menyerbu markas militer Jepang.
Romusya (1942-1945)
Pada
tanggal 8 Maret 1942 Belanda menyerah kepada Jepang di Kalijati, Subang. Untuk
memenangkan perang, Jepang kemudian secara paksa mengerahkan seluruh tenaga dan
kekayaan bumi Indonesia. Rakyat dikerahkan untuk melaksanakan kerja paksa pada
objek vital dan sarana militer. Mereka mengalami siksaan dan tidak mendapat
makanan yang cukup dan akibatnya berpuluh-puluh ribu romusya menemui ajal di
tempat-tempat mereka bekerja.
Sumpah Pemuda (28
Oktober 1928)
Dalam
lingkungan pergerakan nasional Indonesia, para pemuda telah melahirkan berbagai
ragam organisasi pemuda yang pada umumnya masih bersifat kedaerahan dan satu
dengan yang lain tidak mempunyai hubungan. Iklim persatuan Indonesia
mempengaruhi dan mendorong untuk membina satu gerakan pemuda yang berjiwa
nasional kesatuan. Usaha ke arah itu dilakukan dalam serangkaian kongres
pemuda. Pada Kongres Pemuda yang kedua dicetuskan Sumpah Pemuda dan
dikumandangkan untuk pertama kali lagu Indonesia Raya.
Stovia (Sekolah Dokter
Bumi Putera) (1898-1926)
Perjuangan
mencapai Indonesia Merdeka di luar negeri dipelopori oleh mahasiswa Indonesia
yang belajar di negeri Belanda. Pada bulan Februari 1922, Perhimpunan Indonesia
berjuang di forum internasional dengan mengambil bagian dalam Kongres Liga Anti
Kolonialisme di Brussel. Selanjutnya propaganda Perhimpunan Indonesia semakin
berani dan tajam sehingga pemerintah Belanda mengadakan penangkapan terhadap 4
orang pimpinannya yaitu Moh. Hatta, Abdul Madjid, Ali Sastroamidjojo dan Nasir
Datuk Pamuntjak, tetapi oleh pengadilan mereka dinyatakan tidak bersalah.
Muhammadiyah (18
November 1912)
Keadaan
masyarakat Islam pada abad XIX pada permulaan abad XX sangat menyedihkan. Agama
Islam telah banyak bercampur dengan berbagai ajaran yang bukan berasal dari
Qur’an dan Hadist. Bertolak dari keadaan tersebut, Kiai Haji Ahmad Dahlan
mendirikan Muhammadiyah dengan tujuan pokok mengadakan pembaharuan kehidupan
agama Islam. Kegiatannya meliputi bidang-bidang keagamaan, pendidikan dan
kemayarakatan.
Pengakuan Kedaulatan
(27 Desember 1949)
Perjuangan
gigih rakyat Indonesia melawan agresi militer Belanda serta tekanan Dewan
Keamanan PBB memaksa Belanda kembali ke meja perundingan. Di Jakarta pada
tanggal 7 Juli 1949 tercapai persetujuan untuk mempersiapkan suatu konferensi
Meja Bundar yang akan membicarakan pegakuan kedaulatan Indonesia. Dalam KMB di
Den Haag, Pemerintah Belanda mengakui kedaulatan di Indonesia pada Republik
Indonesia Serikat. Upacara pengakuan kedaulatan di Jakarta dipimpin oleh Sri
Sultan Hamengkubuwono IX ditandai dengan pengibaran Sang Merah Putih.
Konferensi Asia Afrika
(18-24 April 1955)
Perang
dingin antara blok Barat dan blok Timur yang timbul setelah berakhir Perang
Dunia Kedua, sewaktu-waktu dapat meletus menjadi perang nuklir. Menyadari akan
bahaya ini, 30 negara Asia-Afrika mengadakan kenferensi yang menghasilkan
Dasasila Bandung. Asia-Afrika menjadi suatu kekuatan yang dapat menjadi
penengah antara Blok Barat dan Blok Timur.
Pemilihan Umum Pertama
(1955)
Pemerintah
menyadari bahwa pemilihan umum harus dilaksanakan sebagai salah satu sarana
demokrasi. Pada tahun-tahun pertama berdirinya, Republik Indonesia harus
menghadapi musuh dari luar sehingga pemilihan umum sulit dilaksanakan.
Pemilihan umum dilaksanakan di seluruh Indonesi diikuti oleh 48 partai politik
untuk memilih wakil-wakil rakyat di Dewan Perwakilan Rakyat tanggal 29
September 1955 dan untuk memilih wakil-wakil rakyat di Dewan Konstituante pada
tanggal 15 Desember 1955.
Pembebasan Irian Jaya
(1 Mei 1963)
Upaya
mengembalikan Irian Jaya kepangkuan Republik Indonesia melalui perundingan
selalu gagal. Ketika Belanda bermaksud membentuk pemerintah boneka di Irian
Jaya, Presiden Soekarno mengumumkan Tri Komando Rakyat pada tanggal 19 Desember
1961 di Yogyakarta. Setelah Komando Mandala melancarkan perasi militer, Belanda
terpaksa menyerahkan Irian Jaya melalui PBB. Pada tanggal 1 Mei 1963
berlangsung upacara penyerahan Irian Jaya kepada Indonesia yang diwakili oleh
Sudjarwo Tjondronegoro di Jayapura.
Konferensi Tingkat
Tinggi ke-10 Negara-Negara Non Blok (1992)
KTT
ke-10 Para Kepala Negara atau Pemerintahan Negara-Negara Non Blok
diselenggarakan di Jakarta. 1-6 September 1992, Presiden Soeharto dalam pidato
pembukaan konferensi tersebut menegaskan perlunya suatu tata internasioanl baru
berdasarkan perdamaian abadi, keadilan sosial, kesejahteraan rakyat dan
pembangunan berkelanjutan. Wakil-wakil dari 100 negara yang merupakan anggota
Gerakan Non Blok ikut serta di dalam konferensi tersebut : 8 negara organisasi
internasional dan gerakan pembebasan nasional menghadiri konferensi sebagai
peninjau, delegasi tamu dari 22 negara organisasi internasional ikut hadir di
dalam konferensi tersebut.
Alih Teknologi (1995)
Keberhasilan
uji terbang perdana N-250 produksi Industri Pesawat Terbang Nusantara di
Bandung, 10 Agustus 1995, merupakan prestasi putera-puteri bangsa Indonesia
yang membanggakan dalam upaya mengembangkan dan menerapkan teknologi tinggi di
bidang kedirgantaraan. Berkaitan dengan itu, tanggal 10 Agustus ditetapkan
sebagai Hari Kebangkitan Teknologi Nasional.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar